-->

"Avengers: Age of Ultron" yang Sedikit Membosankan dan Membingungkan




IMDb kasih nilai 8,4. Rotten Tomatoes juga sama-sama memberikan nilai bagus, yaitu 79%. Dan itu semua membuat penulis yang amat menggilai Selena Gomez ini jadi terheran-heran. Sebab saat menontonnya, maaf sedikit subyektif (tapi masih sedikit bisa dibenarkan), film ini rasa-rasanya belum layak untuk mendapatkan nilai 8,4. Terlalu tinggi. Mungkin nilai 75 untuk "Avengers: Age of Ultron" sudah bagus. 

Sebab, setelah riset sana-sini, dan ternyata ingatan memang suka mengkhianati, sebelum rilis di beberapa bioskop, ternyata film yang salah satu pemeran tokoh superhero-nya tergantikan itu memang kelanjutan dari "The Avengers" yang keluar di tahun 2012. 

Ultron, makhluk ciptaan Tony Stark
Masih ingatkah dengan "The Avengers"? Berikut sedikit ceritanya.

Bermula saat sekelompok pahlawan super yang sengaja dikumpulkan untuk menyelamatkan planet Bumi dari serangan makhluk-makhluk alien dari dimensi lain yang didatangkan oleh Dewa Loki. Dewa Loki ini datang dari Dunia Asgaard. Ia merupakan saudara tiri dari Thor, Dewa Petir dari mitologi orang Skandinavia.

Loki datang ke Bumi dan mencuri sebuah kubus yang merupakan kunci dari pintu menuju suatu dimensi. Dari dimensi itulah, dia akan mendatangkan sejumlah pasukan untuk bisa menguasai bumi. Hal ini dia lakukan untuk bisa menyaingi Thor, kakak tirinya itu. Dia merasa iri karen Thor jauh lebih terkenal dari dirinya. Selain itu, dia juga berniat membalaskan dendamnya kepada Thor atas segala perlakuan yang ia terima dari Thor di masa lalu. Oleh karena itulah, dia mencuri kubus itu dengan memanfaatkan Hawk Eye yang ia hipnotis. 

Pimpinan SHIELD–organisasi yang ditugasi untuk menjaga kubus itu–langsung bergerak cepat. Ia langsung bergerak menjalankan proyek Avengers, yaitu proyek mengumpulkan beberapa superhero yang terbuang dari masyarakat untuk tergabung dalam suatu misi penyelamatan penting. Melalui seorang agennya yang bernama Natasha Romanoff, Fury menugasinya untuk bertemu dengan Dr. Bruce Banner yang merupakan Hulk bila ia marah. Selain mendatangkan Hulk dan Black Widow a. k. a. Black Widow, Fury juga mendatangkan Iron Man, Captain America, dan terakhir, Thor. Oya, yang terakhir itu datang sendiri tanpa diundang. Dia datang pada saat Iron Man, Black Widow, dan Captain America berusaha meringkus Loki. Pada saat itulah, Thor memutuskan ikut bergabung.

Loki sendiri awalnya berhasil ditangkap. Walau kemudian malah Loki sempat menyusahkan para Avengers. Si Dewa Nakal itu berhasil membuka pintu dimensi tersebut yang ada di sebuah gedung. Untungnya berkat kekompakan para Avengers yang terjalin secara spontan itu berhasil menangkap Loki dan dibawa kembali ke Asgaard untuk dihukum di sana. Selain Thor yang kembali ke Asgaard, mereka semua kembali menjalani hari-hari mereka sebagai manusia biasa.

Begitulah cerita singkatnya. Yang dari ending "The Avengers" itu seharusnya ada keterkaitan antara "The Avengers" dengan  "Avengers: Age of Ultron" yang disutradarai oleh Joss Whedon. Nyatanya, tiba-tiba sekali film dibuka dengan sebuah kisah yang membuat mereka yang sudah menonton "The Avengers" jadi terbengong-bengong. Ini sebetulnya melanjutkan kisah yang mana? Sebab sebetulnya saat mereka ditugaskan untuk mencari tongkat Loki, seingat penulis, bagian itu tak ada di "The Avengers". Itu salah satu cacat dalam  "Avengers: Age of Ultron". Siapapun pasti akan kaget jika langsung disuguhi konflik tanpa ada penjelasan lebih lanjut.

Mungkin bagi yang hobi baca komik-komik Marvel, tak merasa risih dengan awal cerita seperti itu. Tapi untuk mereka yang baru pertama menonton film-film hasil adaptasi dari komik-komik Marvel, pasti akan merasa terganggu. Sama seperti penulis yang sejak mengalami kebingungan yang maha dahsyat dengan storyline-nya, sama sekali tak menikmati alur cerita yang ditawarkan. Tak ada sama sekali petunjuk yang bisa menjadi benang merah antara "The Avengers" dengan  "Avengers: Age of Ultron". Belum lagi muncul beberapa tokoh baru tanpa ada penjelasan hingga muncul credit title, baik di "The Avengers" maupun  "Avengers: Age of Ultron".

Secara cerita,  "Avengers: Age of Ultron" masih sama seperti pendahulunya, "The Avengers". Sama-sama tidak hanya menitikberatkan pada efek-efek khusus. Penonton juga disuguhi cerita dan konflik. Porsi antara alur dan permainan efek itu nyaris 50:50. Meskipun alurnya itu sedikit membosankan dan tampaknya penulis menemukan banyak cela dalam hal permainan efeknya. Yup, bagaikan dikebut pengerjaan filmnya, ada beberapa bagian dari visual effect-nya yang tak bersih. Sehingga terlihat sekali hasil komputerisasinya. Kita seperti tengah menonton gabungan antara animasi 3D dengan film nonanimasi.

Mungkin juga, bagi kalian yang sudah menonton film-film macam "Iron Man", "Thor", "Captain America", atau "Hulk" yang nonanimasinya, berikut "The Avengers", penulis berani jamin kalian akan menikmati sekali  "Avengers: Age of Ultron" ini. Penulis sama sekali tak menyarankan mereka yang sama sekali tak mengikuti serial Marvel, baik animasi maupun yang non, untuk menontonnya. Mending jangan ikutan menonton. Daripada nanti malah terkantuk-kantuk di dalam studio. Hehehe.

Sedikit gambaran (buat yang tetap memaksakan menonton walau bukan fan Marvel),  "Avengers: Age of Ultron" ini bermula saat para Avengers mendapatkan misi untuk mencari tongkat Loki, yang mana mendapatkan tentangan dari dua makhluk hasil kreasi seorang ilmuwan bernama Baron Wolfgang von Strucker--yaitu Quicksilver dan Scarlet Witch (bernama asli Pietro dan Wanda Maximoff). Tongkat memang berhasil diambil. Tapi timbul masalah baru saat Tony Stark, si Iron Man, malah menggunakannya diam-diam dalam sebuah proyek rahasianya yang menciptakan monster bernama Ultron, yang kemudian berhasrat untuk melenyapkan manusia dan mengeliminasi Jarvis. Yak, itulah premis utama dari  "Avengers: Age of Ultron" (Thank to Wikipedia; kalau bukan karena situs itu, masih bingung filmnya itu tentang apa sebetulnya).

Last but not least, mengeliminasi kebingungan penulis yang memang kurang begitu mengikuti cerita Marvel dari komiknya,  "Avengers: Age of Ultron" ini sungguh tetap sebuah film yang layak tonton. Cerita oke, permainan efek keren banget. Namun berhubung film ini sedikit datar--tanpa ada twist-twist mantap, bersiap-siap saja untuk merasa ngantuk. Mungkin untuk menutupi sisi yang itu, sang sutradara memilih untuk lebih menonjolkan (atau memperbanyak) permainan special effect-nya yang cukup banyak ditemukan cacat. Tapi memang yah, film-film semodel  "Avengers: Age of Ultron" ini daya tarik utamanya itu di special effect. ROTFL!

Informasi tambahan, sekaligus penutup, di akhir film, jangan keluar dulu. Ada special scenes yang bagus banget, lho! Plus, ending-nya memang terlihat menggantung karena bakal ada kelanjutannya.



RATE: 75 / 100


Genre: Superhero, Action
Produksi: Marvel Studios
Distributor: Walt Disney Studios, Motion Pictures
Sutradara: Josh Whedon
Pemain: Robert Downey Jr., Chris Hemsworth, Mark Ruffalo, Chris Evans, Scarlett Johansson, Jeremy Renner, Don Cheadle, Aaron Taylor-Johnson,...
Bahasa: Inggris
Subtitle: Indonesia
Durasi: 141 menit
Tanggal Rilis: 13 April 2015 (Untuk Dolby), 1 Mei 2015 (Khusus di Amerika Serikat)


No comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan! Komentar-komentar yang bermuatan negatif akan dihapus.