Baru kali ini penulisnya menonton film adaptasi tanpa membaca novelnya terlebih dahulu. Rasanya begitu beda dengan sudah membacanya. Kita menonton itu benar-benar lepas dari tekanan ekspektasi yang mungkin agak berlebihan. Seperti adegannya harus begini-lah, adegannya harus begitu-lah. Apa-lah ini adegan, nggak ada di novelnya juga. Kenapa pemeran X harus si dia? Dan bla-bla-bla lainnya.
"The Scorch Trials" ini sendiri merupakan kelanjutan dari "The Maze Runner" yang diangkat dari novel karangan James Dashner, yang berjudul sama. Hanya butuh lima tahun, novelnya diangkat ke layar lebar. Dan untuk ukuran awam (termasuk penulis sendiri), "The Maze Runner" sungguh digarap dengan baik. Penulis sendiri merasakan sekali kerumitan yang ada di novelnya, walau baru sekedar menyimak filmnya saja. Walau untuk "The Maze Runner" sendiri, maaf-maaf saja, filmnya rada mengingatkan penulis dengan "The Hunger Games". Maksudnya, sama-sama tentang sekumpulan remaja yang dikurung dalam satu kawasan dan harus membebaskan diri dari kawasan tersebut. Tapi untuk "The Scorch Trials" ini, jujur saja, masih lebih baik sekuel yang ini. Lumayan tak bisa ditebak alur cerita dari awal sampai akhir. Sungguh menegangkan--dan lumayan menyentuh.
Berhubung yang dibahas itu "The Scorch Trials" yang merupakan sekuel dari "The Maze Runner", mungkin perlu sedikit penjelasan tentang "The Maze Runner" sendiri. "The Maze Runner" sendiri bercerita tentang Thomas yang dulunya pekerja di WICKED, sebuah perusahaan yang awalnya bekerja atas nama kemanusiaan. Thomas entah mengapa dikirim ke sebuah labirin yang bernama Glade. Di dalam Glade itu, ia berjumpa dengan puluhan remaja lelaki yang ternyata dikurung WICKED untuk tujuan tertentu. Thomas ini pun dikirim untuk tujuan tertentu: mencari remaja-remaja yang memiliki imunitas yang bagus. Imunitas itu diperlukan untuk membuat serum penangkal virus flare yang menimpa masyarakat. Hari-hari awal Thomas di Glade kurang begitu bagus. Ia sempat dicurigai, dikucilkan, dan mendapat tatapan sinis. Hingga akhirnya dugaan Thomas terbukti bahwa para remaja itu tak sekedar ditaruh begitu saja di Glade. Apalagi dengan dalih melindungi mereka. Tidak, ada rencana tersendiri yang di "The Scorch Trials" akan dijelaskan setahap demi setahap.
Di "The Scorch Trials", Thomas dan beberapa orang teman yang ditemuinya di Glade--termasuk rekannya semasa di WICKED--dibawa ke sebuah tempat pengasingan sekaligus laboratorium rahasia WICKED. Tak butuh waktu lama, berkat seorang remaja lelaki aneh bernama Aris, terang sudah semuanya. Memang WICKED ini punya misi rahasia terhadap para remaja yang dikumpulkan tiap tahun atau harinya. Remaja itu kelak tiap hari akan dipanggil dan dimasukkan ke sebuah ruang rahasia untuk diambil gennya berkaitan dengan serum penangkal tersebut. Sadis? Banget. Apalagi pas simak bagian beberapa remaja yang disuntik, lalu dimasukkan ke tabung sembari perlahan-lahan gen atau DNA atau apalah itu diambil untuk kepentingan tertentu.
"The Scorch Trials" ini sendiri merupakan kelanjutan dari "The Maze Runner" yang diangkat dari novel karangan James Dashner, yang berjudul sama. Hanya butuh lima tahun, novelnya diangkat ke layar lebar. Dan untuk ukuran awam (termasuk penulis sendiri), "The Maze Runner" sungguh digarap dengan baik. Penulis sendiri merasakan sekali kerumitan yang ada di novelnya, walau baru sekedar menyimak filmnya saja. Walau untuk "The Maze Runner" sendiri, maaf-maaf saja, filmnya rada mengingatkan penulis dengan "The Hunger Games". Maksudnya, sama-sama tentang sekumpulan remaja yang dikurung dalam satu kawasan dan harus membebaskan diri dari kawasan tersebut. Tapi untuk "The Scorch Trials" ini, jujur saja, masih lebih baik sekuel yang ini. Lumayan tak bisa ditebak alur cerita dari awal sampai akhir. Sungguh menegangkan--dan lumayan menyentuh.
Berhubung yang dibahas itu "The Scorch Trials" yang merupakan sekuel dari "The Maze Runner", mungkin perlu sedikit penjelasan tentang "The Maze Runner" sendiri. "The Maze Runner" sendiri bercerita tentang Thomas yang dulunya pekerja di WICKED, sebuah perusahaan yang awalnya bekerja atas nama kemanusiaan. Thomas entah mengapa dikirim ke sebuah labirin yang bernama Glade. Di dalam Glade itu, ia berjumpa dengan puluhan remaja lelaki yang ternyata dikurung WICKED untuk tujuan tertentu. Thomas ini pun dikirim untuk tujuan tertentu: mencari remaja-remaja yang memiliki imunitas yang bagus. Imunitas itu diperlukan untuk membuat serum penangkal virus flare yang menimpa masyarakat. Hari-hari awal Thomas di Glade kurang begitu bagus. Ia sempat dicurigai, dikucilkan, dan mendapat tatapan sinis. Hingga akhirnya dugaan Thomas terbukti bahwa para remaja itu tak sekedar ditaruh begitu saja di Glade. Apalagi dengan dalih melindungi mereka. Tidak, ada rencana tersendiri yang di "The Scorch Trials" akan dijelaskan setahap demi setahap.
Melihat itu semua, Thomas langsung panik. Ia terpikirkan untuk membawa teman-temannya melarikan diri. Namun sebelumnya menyelamatkan Theresa dahulu yang disekap di sebuah ruang rahasia. Setelah melewati aksi melarikan diri yang lumayan seru untuk diikuti, Thomas, dkk berhasil juga keluar dari markas rahasia WICKED itu. Di luar, di sebuah bangunan bekas mal yang dihuni para zombie (yang sebetulnya manusia-manusia penderita virus flare), lewat Aris pula, Thomas, dkk bergegas menuju daerah pegunungan, tempat Red Arm--pasukan penentang WICKED--bersembunyi. Lagi-lagi tak mudah. Banyak sekali rintangan yang harus dilewati. Mulai dari ketemu zombie demi zombie--yang bakal menewaskan Winston, diserang badai, sampai bertemu dengan Jorge dan Brenda, bagian dari manusia-manusia yang masih selamat dari virus flare yang ganas. Bahkan hingga sudah bertemu Red Arm pun, ada saja kesulitan yang dihadapi. Karena seseorang yang begitu sangat dipercayai Thomas, malah menusuk dari belakang. Ternyata Theresa berhubungan diam-diam dengan WICKED. Theresa memberitahukan keberadaan Thomas, dkk ke WICKED. Di sini terjadi pertempuran dahsyat antara WICKED, Red Arm, para remaja yang berhasil lolos, dan juga Jorge dan Brenda. Untuk akhir cerita "The Scorch Trials" jauh lebih baik daripada "The Maze Runner". Lebih membangkitkan kepenasaran untuk menyaksikan kelanjutannya. Sesuatu yang penulis tidak dapatkan setelah menonton "The Maze Runner" akhir September 2014.
Oke, kita tidak akan membanding-bandingkan antara film dan novel. Apalagi penulisnya juga belum membaca versi novel. Di sini, penulis akan me-review "The Scorch Trials" sebagai seorang penonton yang sama sekali buta, tanpa ada ekspektasi sama sekali. Jujur, ketimbang "The Maze Runner", "The Scorch Trials" memiliki alur yang sama sekali tak terduga. Rapi sekali dibikin sehingga penonton benar-benar diseret untuk menontonnya tuntas. Konflik yang ditawarkan memang tak terlalu banyak. Namun dibuka secara perlahan-lahan sampai akhirnya para penonton mulai mengetahui benang merah dari "The Maze Runner". Secara alur cerita, dengan menganggap yang baca tulisan ini sudah menonton "The Maze Runner", "The Scorch Trials" ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Selain science-fiction, ada dramanya, romance-nya, thriller-nya, action-nya, pun sedikit horor.
Bicara soal sinematografi, ketimbang beberapa film sejenis, teknik CGI yang dipraktekkan di "The Scorch Trials" ini benar-benar rapi sekali. Nyaris tak terlihat komputerisasinya. Terlihat seperti benar-benar dilakukan tanpa bantuan komputer. Ambil contoh, maaf spoiler, saat Thomas, dkk dikurung dan digantung oleh kelompok Jorge dan Brenda. Para pemainnya juga begitu terlatih sekali dalam mempraktekkan beberapa adegan yang--gila, luar biasa banget, terlihat tanpa pakai stunt begitu. Kalau ada beberapa kelemahan, mungkin tak akan terlihat mencolok karena kerapian alur yang disodorkan oleh Wes Ball, selaku sutradara.
Wow, "The Scorch Trials" (juga dengan "The Maze Runner") benar-benar sangat direkomendasikan untuk ditonton. Yang tidak akan membuat kalian merasa kecewa di waktu senggang kalian. Oh iya, lupa untuk menyampaikan, mungkin salah satu kelemahan "The Scorch Trials" adalah minimnya kadar humor. Sedikit ada dialog atau adegan yang bisa memancing gelak tawa. Alhasil, buat penggila komedi, mungkin akan sedikit merasa bosan di menit-menit awal. Mungkin memang sulit mengharapkan "The Scorch Trials" bisa bikin nyengir setidaknya. Kalau mengacu pada "The Maze Runner" sendiri, sepertinya serial "The Maze Runner" ini memang tidak bertujuan untuk membuat kita terpingkal-pingkal. Diajak berpikir serius, mungkin iya.
RATE: 90 / 100
Genre: Science-fiction
Produksi: Gotham Group, Temple Hill Entertainment
Distributor: 21st Century Fox
Produser: Ellen Goldsmith-Vein, Wyck Godfrey, Marty Bowen, Lee Stollman
Sutradara:Wes Ball
Pemain: Dylan O'Brien, Kaya Scodelario, Thomas Brodie-Sangster, Dexter Darden, Nathalie Emmanuel, Giancarlo Esposito, Alexander Flores, Aidan Gillen, Ki Hong Lee, Jacob Lofland, Barry Pepper, Rosa Salazar, Lili Taylor, Alan Tudyk, Patricia Clarkson,...
Bahasa: Inggris
Durasi: 131 menit
Tanggal Rilis: 18 September 2015
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan! Komentar-komentar yang bermuatan negatif akan dihapus.